Kamis, 07 Juli 2011

Essensi Ajaran Islam


A.     Hikmah Pelaksanaan Ajaran Agama “Pendidikan Akidah Bagi Kejiwaan” (Rukun Iman)
Dalam Islam, ajaran pokok yang berkaitan dengan akidah terangkum dalam rukun Iman. Rukun Iman yang di maksud yakni Iman kepada Allah, Iman kepada Malaikat, Iman kepada Kitab-kitab Allah, Iman kepada Rasul-Rasul Allah, Iman kepada Hari Akhir, dan Iman kepada Qadha dan Qadar. Masing-masing dari ke enam Rukun iman tersebut memiliki Hikmah tersendiri, oleh sebab itu sangat penting kita ajarkan kepada peserta didik guna memberikan bekal sejak dini mengenai hal yang paling urgen dalam Islam.
1.      Iman Kepada Allah
Iman kepada Allah merupakan fitrah Insaniyyah yang sudah diikrarkan sejak manusia itu sendiri masih berada di alam arwah (Yusuf, 2008:89). Hal tersebut tercermin dalam Al Qur’an Qs Al A’raf ayat 172 yang berbunyi:

 dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah aku ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), Kami menjadi saksi". (kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)",-QS Al A’raf 172) (Departemen Agama, 2005:173).
Berdasarkan redaksi ayat Al qur’an di atas, maka sudah jelas bahwa seluruh manusia dilahirkan dalam keadaan Islam, dalam artian memiliki sifat Tauhid. Tetapi orang tuanya dan lingkungannya lah yang menjadikan Yahudi, Nasrani, atau agama lainnya. Terlepas dari permasalahan tersebut, beriman kepada Allah memberikan dampak positif terhadap kondisi kejiwaan manusia diantaranya:
a.       Orang yang beriman kepada Allah akan terbebas dari belenggu hawa nafsu (perilaku instinktif, impulsive), Syaithaniyyah (perilaku setan), dan Bahimiyyah (sifat-sifat hewan).
b.      Orang yang beriman kepada Allah dan beristiqamah (konsisten) dalam melaksanakan aturan Nya, maka dia akan mendapat rahmat dari Allah berupa sikap optimis (tidak pesimis) dalam menghadapi berbagai tantangan dalam kehidupan, dan sikap tegar, tabah, tidak stress, atau persaan cemas dalam menghadapi berbagai persoalan atau masalah yang dihadapinya, serta surge tempat kembalinya di akhirat kelak.
c.       Berkembang sikap Ihsan, yaitu kemampuan mengendalikan diri dari perbuatan yang dilarang oleh Allah, karena menyadari bahwa Allah maha Melihat terhadap semua perilakunya dimanapun dia berada.
d.      Ikhlas dalam beramal, yaitu bersikap lillaahi ta’ala atau hanya untuk mencari Ridha Allah dalam melakukan semua perbuatannya.
e.       Orang yang beriman kepada Allah akan tenteram batinnya. Dalam QS Arra’d (13):28 Allah berfirman “Hai orang-orang yang beriman menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan berdzikir (mengingat) Allah lah hati mereka menjadi tenteram”(Yusuf, 2008:89-92)

2.      Iman Kepada Malaikat
Iman kepada Malaikat berarti manusia meyakini bahwa sanya Allah telah menciptakan makhluk yang bernama Malaikat. Malaikat Allah ciptakan dari cahaya. Sifat malaikat berbeda dengan sifat Makhluk lainnya termasuk manusia, malaikat tidak diberi hawa nafsu oleh Allah sehingga Malaikat selalu taat kepada Allah. Berbeda dengan sifat manusia, apalagi setan. Malaikat selalu taat, apa yang diperintah Allah pasti langsung dikerjakan, tanpa memandang bulu atau pikir panjang, seperti Allah menyuruh  untuk bersujud kepada Adam. Malaikat langsung sujud tanpa pikir panjang, berbeda dengan Setan yang membangkang. Umat manusia wajib mengimani adanya Malaikat. Sehingga berdampak positif pada aspek kejiwaan manusia seperti yang dikemukakan oleh Syamsu Yusuf dalam bukunya Psikologi Belajar Agama hal 93-94 yakni:
a.       Bersikap hati-hati, karena yakin bahwa malaikat senantiasa mengawasi tindak tanduk manusia yang kemudian dicatat sebagai amalan manusia yang akan dipertanggung jawabkan kelak.
b.      Bersemangat untuk beramal Shalih.

3.      Iman Kepada Kitab-Kitab Allah
Rukun Iman selanjutnya yakni Iman kepada Kitab-Kitab Allah. Kitab Allah tersebut menjadi pegangan untuk umat manusia di zamannya. Zaman sekarang, kitab yang menjadi pegangan umat manusia yakni Al Qur’an. Manusia yang mengimani Al Qur’an setidaknya akan memiliki kemampuan:
a.       Memahami tentang tugas, fungsi dan tujuan hidup di dunia.
b.      Menyucikan jiwa dengan menelaah ayat-ayat Al qur’an dan mengaplikasikan nya dalam kehidupan sehari-hari.

4.      Iman kepada Nabi
Iman kepada Nabi merupakan salah satu pondasi umat Islam dalam menjalankan kehidupan di dunia, guna mendapat kebahagiaan di akhirat. Jumlah para nabi dan Rasul yang wajib kita imani berjumlah 25, dimulai dari nabi Adam sampai Nabi Muhammad SAW. Al Quran menjelaskan bahwa manusia tidak akan tersesat, selama memegang dua pedoman hidup, yakni Al Qur’an dan sunnah nabi. Begitu pentingnya Sunnah Nabi bagi manusia, karena penyempurnaan syariat berupa ibadah ada dalam hadits nabi. Orang yang mengimani nabi berarti mengimani segala apa yang disampaikan olehnya. Dampak psikologis yang muncul akibat beriman kepada nabi diantaranya:
a.       Memperoleh pemahaman tentang figure atau model yang harus diteladani dalam rangka membentuk akhlak yang mulia.
b.      Memahami Misi kerasulan para Nabi khususnya nabi Muhammad SAW sebagai rahmatan lil Alamiin.(Yusuf, 2008:95-96)


5.      Iman kepada Hari Akhir
Zaman sekarang, mayoritas manusia tidak memperdulikan kehidupan yang akan datang, yakni kehidupan akhirat. Manusia telah tersibukan dengan kehidupan duniawi yang dirasakannya memberikan nikmat yang nyata. Padahal kenikmatan duniawi merupakan kenikmatan yang semu, dan terbatas, berbeda dengan kehidupan di Akhirat. Al Qur’an sendiri menyebutkan bahwa “kehidupan akhirat lebih baik dan kekal”(Qs Al A’la ayat 17). Mengimani kehidupan Akhirat memang sangat sulit dilaksanakan oleh manusia, mengingat masih gaib nya hal yang akan datang tersebut. Namun orang yang memiliki keimanan yang kuat pasti akan merasakan sesuatu yang berbeda dengan manusia lain pada umumnya diantaranya:
a.       Memiliki sikap optimism, karena dirinya yakin bahwa segala amal baik yang dilakukannya akan mendapat balasan di akhirat.
b.      Akan senantiasa hati-hati dalam berbuat, dia akan memilih mana yang diperbolehkan dan mana yang dilarang.
c.       Memiliki sikap tabah dan tidak Frustasi.

6.      Iman kepada Takdir (Baik dan Buruk)
Pro Kontra terhadap takdir Allah masih terasa sampai sekarang dan belum menemukan hasil yang pasti. Ulasan mengenai Takdir Tuhan di awali oleh munculnya paham Qadariyyah dan jabariyyah. Qadariyyah berpendapat bahwa manusia memiliki kekuasaan untuk menentukan nasib sendiri tanpa campur tangan Tuhan, berbeda dengan Jabariyyah yang berpendapat bahwa manusia tidak memiliki kekuasaan untuk berbuat, dan Tuhanlah yang menentukan. Selain itu juga ada golongan Murjiah yang menengahi kedua pendapat tersebut dengan berpendapat bahwa manusia memiliki kekuasaan untuk berbuat tetapi Tuhan yang menentukan. Terlepas dari itu, beriman kepada Takdir Allah merupakan keniscayaan yang mesti dimiliki oleh setiap manusia. Dan diantara hikmah yang akan didapatnya diantaranya:
a.       Akan memiliki sikap penuh syukur terhadap ketentuan Allah
b.      Akan memiliki hati yang penuh sabar.
Yusuf Qurdhowi berpendapat bahwa orang yang mengimani Takdir Allah mereka tidak menilai kesenangan dunia dengan amat berharga, karena ada kesenangan yang jauh lebih tinggi dan kekal, yakni kesenangan di alam surga (Yusuf, 2008:99).

B.     Hikmah Pelaksanaan Ajaran Agama “Pendidikan Ibadah Bagi Kejiwaan” (Rukun Islam)
Pengertian Iman menurut jumhur ulama adalah “Membenarkan dengan hati, mengucapkan dengan lisan dan mengamalkan dengan anggota badan.” Pengertian iman tersebut dalam skala yang paling sempurna dan lebih utama. Jika kita beriman kepada Allah, berarti bentuk pengejawantahan dari Iman tersebut adalah melaksanakan segala perintahnya dan menjauhi larangan nya. Bentuk pengejawantahan tersebut, tercakup dalam Rukun Islam. Jika Rukun Iman mengacu pada taraf pembenaran atau keyakinan, maka Rukun Islam mengacu pada pengejawantahan dari rukun Iman tersebut. Dengan kata lain bentuk pengucapan dan pengamalannya ada dalam Rukun Islam.
Allah tidak semata-mata menetapkan ibadah tanpa ada hikmah dan manfaat dari ibadah itu sendiri. Berikut uraian nya:
1.      Syahadat dan Hikmahnya
Syahadat merupakan Rukun Islam yang pertama dan merupakan pengulangan ikrar atau kesaksian keimanan manusia terhadap apa yang telah dilakukannya pada saat dia masih berada di alam arwah (Yusuf, 2008:101).
Hikmah dari Syahadat itu sendiri diantaranya:
a.       Orang yang membaca Syahadat dengan sungguh-sungguh dan dengan pemaknaan yang dalam, berarti orang itu sudah beragama Islam, walaupun sejak lahir setiap manusia sudah dalam keadaan Islam. Tetapi pembacaan ini berlaku pada orang yang sebelumnya telah di non Islamkan oleh orang tuanya atau lingkungan nya.
b.      Orang yang memaknai syahadat dengan benar, maka akan mendatangkan nikmat tersendiri, yakni mendapat kemantapan dan keteguhan hati bahwa agama yang diridhoi oleh Allah hanyalah Islam.
2.      Sholat dan Hikmahnya
Amalah ibadah yang urgen lainnya adalah Shalat. Shalat adalah tiangnya agama, begitu hadits menyatakan. Maksud dari tiang agama tersebut adalah bahwa shalat menjadi identitas dan penyangga paling penting dalam agama. Shalat menjadi pembeda antara agama Islam dengan agama lain. Karena essensi agama secara umum adalah mengajarkan yang baik dan menjauhi yang buruk, tetapi dengan shalat Islam menjadi agama yang paling khas dan tidak ada duannya. Oleh karena itu Shalat menjadi amalan yang pertama kali dihisab. Tetapi yang menjadi permasalahannya adalah umat Islam sendiri yang banyak mengabaikannya, padahal banyak sekali ayat Al Qur’an yang menegaskan berulang kali tentang Sholat tersebut. Hikmah dari shalat tersebut diantaranya:
a.       Shalat bisa mencegah dari perbuatan Fahsya dan Munkar, sesuai firman Allah dalam Qs Al Ankabut ayat 45.
b.      Orang yang Khusyu dalam shalat akan senantiasa memiliki keyakinan akan bertemu dengan Tuhannya dan akan kembali kepadanya, sehingga berdampak pada perbuatannya sehari-hari.
c.       Gerakan  yang menjadi perangkat shalat, memiliki hikmah tersendiri buat orang yang melaksanakannya. Contohnya Takbiratul Ihram diawal dan Salam diakhir telah membangun kesadaran orang Islam untuk senantiasa men tawazunkan sikap hidupnya antara masalah Ukhrawi dan duniawi antara ibadah mahdah, hablumminallah, dan hablumminannas (Yusuf, 2008:105)
3.      Zakat dan Hikmahnya
Dalam Al Qur’an sering kali kita menemukan kewajiban Shalat dibarengi dengan kewajiban zakat. Hal tersebut menunjukan betapa pentingnya kewajiban tersebut, tetapi manusia seringkali melupakannya, sehingga Allah selalu menegaskan dua ibadah tersebut. Zakat merupakan ibadah yang menyatukan dua unsur sekaligus, yakni Hablumminallah, dan Hablumminannas. Kewajiban zakat tidak hanya sebatas bentuk pengabdian kepada Allah semata, tetapi melatih kepekaan terhadap kondisi sekitar. Sehingga zakat sangat perlu di tekankan kepada umat Islam guna membentuk masyarakat Islam yang sejahtera. Bahkan Khalifah Abu Bakar sendiri berani memerangi umatnya yang tidak berzakat. Hikmah dari zakat itu sendiri yakni:
a.       Zakat mengajari umat bahwa harta yang dimilikinya semata-mata titipan Allah dan sepenuhnya bukan haknya, tetapi ada hak orang lain.
b.      Zakat mengajari umat manusia, tentang pentingnya sikap peduli terhadap sesama, dan akan menumbuhkan sikap kasih sayang, dan kedermawanan.
c.       Zakat sebagai bentuk penyucian jiwa dan harta. Karena harta yang belum dizakati, statusnya masih kotor.
4.      Shaum dan Hikmahnya
Salah satu ibadah yang urgen lainnya adalah ibadah shaum. Shaum merupakan Training Rohaniah mengenai kesabaran dan pengendalian diri (self control) bagi orang Islam (Yusuf, 2008:107). Mengapa tidak, dengan shaum manusia dilatih melawan hawa nafsu dan juga melatih kejujuran. Kalau ibadah lainnya bisa disaksikan oleh orang lain, seperti shalat, zakat haji dan sebagainya, maka Shaum ini mengandalkan kejujuran manusia, sebagai pelakunya. Shaum juga merupakan ibadah yang menjadi sarana untuk meningkatkan derajat manusia kearah ketakwaan sebagaimana yang tercantum dalam QS Al Baqarah 183. Banyak sekali hikmah Shaum yang akan didapat oleh orang yang mengamalkannya. Diantara hikmah yang paling besar dari ibadah shaum ini adalah  mampu mengendalikan hawa nafsu, karena segala bentuk kejahatan bermula dari hawa nafsu. Sehingga shaum menjadi tameng untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan seperti berzina.
5.      Haji dan Hikmahnya
Ibadah haji merupakan titik Kulminasi dari semua ibadah secara keseluruhan, karena ibadah ini menuntut pengorbanan jiwa, raga, dan harta serta kesiapan mental rohaniah yang prima (Yusuf, 2008:108). Ibadah haji memerlukan pengorbanan tingkat tinggi bagi yang melaksanakannya. Umat Islam harus berhati-hati terhadap hal-hal yang akan membatalkan pahala haji,  Karena salah sedikit pun bisa fatal akibatnya, sehingga jiwa raga yang prima, serta harta yang sudah dikeluarkan menjadi sia-sia. Allah mewajibkan ibadah haji kepada umat Islam hanya satu kali, itupun bagi yang mampu pergi, dan dengan segala kesiapannya. Ibadah haji berdampak positif bagi yang melaksanakannya. Di antaranya yang diungkapkan oleh Syamsu Yusuf dalam Psikologi Belajar Agama  hal 108-109:
a.       Sikap Ikhlas mengorbankan jiwa, raga, dan harta untuk memperoleh Ridha Allah.
b.      Sikap Egaliter, yang mempercayai bahwa derajat (Harkat dan martabat) manusia di hadapan Allah adalah sama, yang membedakan adalah ketakwaannya.
c.       Sikap Ukuwah Islamiyyah (silaturrahmi), menjalin tali persaudaraan dengan para hujjaj lainnya yang datang dari pelosok dunia.

C.     Hikmah Pelaksanaan Ajaran Agama “Pendidikan Akhlak Bagi Kejiwaan”
Pendidikan yang penting lainnya, selain pendidikan akidah dan Ibadah adalah pendidikan akhlak. Sebaik dan sebanyak apapun ibadah yang dilaksanakan oleh manusia jika tidak diejawantahkan dalam perangai atau akhlak maka nilai ibadah tersebut akan kosong. Akidah, dan ibadah harus sinergis dengan akhlak. Rasulullah saw pun diutus oleh Allah tiada lain untuk menyempurnakan akhlak. Bahkan tugas utama rasul sebelum memberikan Syariat adalah memperbaiki akhlak umat.
Begitu pentingnya pendidikan Akhlak bagi manusia dewasa ini. Zaman sekarang manusia sudah mengabaikan nilai-nilai moral dan juga spiritual. Manusia lebih mengedepankan nilai-nilai kesenangan dan juga kenikmatan dunia yang semu. Manusia berlomba-lomba menumpuk harta dengan berbagai cara, meskipun cara yang digunakannya cara yang kotor. Orang-orang menilai kejayaan dan kemuliaan dengan banyaknya harta yang dimiliki. Sehingga memandang rendah orang yang miskin sekalipun berakhlak mulia. Oleh sebab itu peran pendidikan disini sangat penting. Bahkan sekarang pemerintah mencanangkan pendidikan karakter guna menantisipasi dekadensi moral yang terjadi di mana-mana. Syauqi Bei penyair Mesir berkata “bangsa itu hanya akan kekal, selama berakhlak. Apabila akhlahnya lenyap, maka lenyap pulalah bangsa itu.(Yusuf,2008:111).
Solusi alternatif dari permasalahan di atas, bisa dimulai dari sekarang. Peran pendidik harus diperjelas dan diperkuat. Karena tantangan nya pun semakin berat. Pendidikan karakter yang dicanangkan pemerintah bisa kita aplikasikan dengan penerapan tauladan yang baik. Pendidik harus bisa menjadi sosok inspiratif dan memberikan tauladan yang baik.  Sehingga menjadi magnet yang dapat menarik peserta didik untuk meniru tingkah lakunya. Karakteristik sosok pribadi yang berakhlak mulia itu direfleksikan atau dalam sikap dan perilaku:
1.      Berpenampilan bersih dan sehat
2.      Bertutur kata yang sopan
3.      Bersikap Respek, menghormati orang tua dan orang lain tanpa melihat perbedaan kedudukan, harta kekayaan, atau suku
4.      Memberikan kontribusi terhadap peningkatan, kesejahteraan, dan kemajuan masyarakat atau bangsa, baik melalui pengetahuan, kekayaan (zakat, infak, shadaqoh), atau jabatan (otoritas)
5.      Menjalin Ukhuwah Islamiyyah dan Ukhuwah Bashariyyah
6.      Bersikap Amanah, bertanggung jawab, atau tidak khianat.
7.      Bersikap jujur, tidak suka berdusta
8.      Memelihara ketertiban, keamanan, kebersihan dan keindahan lingkungan. (Yusuf,2008:113)

D.    Penerapan Reinforcement (Reward and Punishment) dalam Proses Belajar
Dewasa ini, manusia cenderung memiliki sifat Hedonis, mengagungkan kesenangan duniawi dan lebih memilih aktifitas yang menguntungkan bagi dirinya, meskipun dilarang oleh agama. Bagaimana pun caranya dilakukan guna mendapatkan apa yang diinginkannya.
Dalam dunia pendidikan, ada istilah Reward dan Punisment atau pemberian hadiah dan pemberian hukuman. Hal tersebut bertujuan untuk memberikan motivasi kepada anak didik dalam proses belajar mengajar. Anak yang memiliki prestasi otomatis akan diberi Reward atau hadiah ketimbang anak yang melanggar aturan, bahkan anak tersebut akan mendapat punishment atau hukuman. Ada hikmah positif dari pemberian Reward dan Punishment tersebut, diantaranya anak didik akan bertambah semangat dan akan melakukan apapun untuk mendapat Reward dari gurunya sehingga anak tersebut bertambah semangat dalam belajar.
Dalam Al Qur’an, banyak sekali ayat yang menjelaskan tentang pemberian hadiah dan ancaman bagi umat manusia, diantaranya QS Al Baqarah ayat 25

 
.dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Setiap mereka diberi rezki buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka mengatakan : "Inilah yang pernah diberikan kepada Kami dahulu." mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada isteri-isteri yang suci dan mereka kekal di dalamnya.(QS Al Baqarah ayat 25)  (Departemen Agama, 2005:5)
Dan dalam QS Al Baqarah ayat 39:
  

Adapun orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itu penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.(QS Al Baqarah 39) (Departemen Agama, 2005:7)
Tujuan dari pemeberian ganjaran dan hukuman dalam ayat Al qur’an tersebut, tiada lain untuk memberikan motivasi kepada umat manusia supaya lebih giat beribadah dan berhati-hati dalam bertindak.
Penerapan ganjaran dan hukuman, dalam dunia pendidikan disebut Reinforcement (peneguhan atau penguatan). Istilah Reinforcement berasal dari Skinner, seorang ahli psikologi belajar behavioristik. Dia mengartikan Reinforcement ini sebagai konsekuensi atau dampak tingkah laku yang memperkuat tingkah laku yang memperkuat laku tertentu. (Yusuf, 2008:115).
Syamsu yusuf dalam bukunya Psikologi Belajar Agama hal 115-116 membagi peneguhan ini ke dalam dua macam, yakni:
1.      Peneguhan (Reinforcement) positif, yaitu suatu rangsangan (stimulus) yang memperkuat atau mendorong suatu respon (tingkah laku tertentu). Peneguhan positif ini bebrbentuk reward (ganjaran, hadiah, atau imbalan), baik secara verbal maupun non verbal)
2.      Peneguhan (Reinforcement) negative, yaitu suatu rangsangan (stimulus) yang mendorong seseorang untuk menghindari respon tertentu yang konsekuensi atau dampaknya tidak memuaskan. Peneguhan ini bentuknya berupa hukuman atau pengalaman yang tidak menyenangkan.
Tekhnik penerapan Reward dan Punishment dalam dunia pendidikan, bisa dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya dengan Tekhnik Verbal dan Non Verbal. Tekhnik Verbal bisa kita lakukan dengan menyanjung, memuji, menasehati dan sebagainya. Sedangkan bentuk Non Verbal bisa melalui beberapa cara diantaranya melalui:
a.       Gestur tubuh seperti mimic dan gerakan tubuh, seperti senyuman. Anggukan, acungan jempol dan tepukan tangan. 
b.      Cara mendekati (proximity), yaitu guru mendekati siswa untuk menunjukan perhatian atau kesenangannya terhadap pekerjaan atau penampilan siswa.
c.       Sentuhan (Contact), seperti menepuk-nepuk bahu dan sebagainya.
d.      Kegiatan yang menyenangkan, yakni guru memberikan kesempatan kepada anak yang berprestasi untuk memilih kegiatan yang disenanginya.
e.       Simbol atau benda seperti komentar tulis secara positif dan sebagainya.
f.        Penghargaan tak penuh yaitu diberikan kepada siswa yang memberikan jawaban yang kurang sempurna atau hanya sebagian benar. Dalam hal ini guru sebaiknya mengatakan “Ya, Jawabanmu sudah baik, tetapi masih perlu disempurnakan lagi.(Yusuf, 2008:125-126)





E.     Psikologi Mengajar
Mengajar adalah suatu aktifitas yang dilakukan oleh seseorang, dengan tujuan si objek dapat menerima sesuatu yang diajarkan. Sebelumnya kita bahas terlebih dahulu pengertian mengajar menurut para ahli diantaranya:
1.      Arifin: Suatu rangkaian kegiatan penyampaian bahan pelajaran kepada murid agar dapat menerima, menanngapi, menguasai, dan mengembangkan bahan pelajaran itu” (Syah, 2010:179)
2.      Tyson and Caroll: Sebuah proses timbale balik antara  siswa dan guru yang sama-sama aktif melakukan kegiatan” (ibid)
3.      De queliy dan Gazali: Menanamkan pengetahuan kepada seorang dengan cara paling singkat dan tepat” (Slameto, 2010:23)
4.      Alvin W Howard: suatu aktifitas untuk mencoba menolong, membimbing seseorang untuk mendapatkan, mengubah, atau mengembangkan skill, attitude, ideals (cita-cita), appreciations (penghargaan) dan knowledge. (Ibid)
Aktifitas mengajar identik dengan seorang guru, karena hampir kegiatan guru di sekolah di dominasi oleh mengajar. Tidak mudah kita melaksanakan kegiatan mengajar, karena butuh kemampuan yang khusus, apalagi jika kita menjadi seorang guru yang professional.
Al Qur’an sendiri memberikan gambaran bahwa mengajar merupakan salah satu tugas yang utama yang Allah perintahkan kepada malaikat. Hal ini tercantum dalam QS Al Baqarah ayat 31:

Dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada Para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!"(QS AL Baqarah 31) (Departemen Agama, 2005:6)
Al Qur’an memandang bahwa mengajar merupakan salah satu media untuk memberikan pengetahuan kepada orang lain. Al Qur’an secara tidak langsung menjadikan mengajar sebagai tugas dan kewajiban untuk manusia.
Para ahli memandang mengajar sebagai Ilmu dan juga seni. Ulasannya sebagai berikut:
1.      Mengajar sebagai ilmu, seorang pakar psikologi pendidikan JM Stephens (Syah, 2010:182) berpendapat bahwa seorang yang professional seharusnnya memiliki keyakinan yang mendalam terhadap ilmu yang berhubungan dengan proses kependidikan yang dapat menyelesaikan masalah-masalah besar itu.
2.      Mengajar sebagai seni

Model dan Metode Pokok Mengajar
1.      Model pokok mengajar
Tardif mengatakan sebagaimana yang dikutip oleh Muhibin Syah dalam bukunya Psikologi Pendidikan hal 187 bahwa kumpulan atau set model mengajar yang dianggap komprehensif adalah set model yang dikembangkan oleh Bruce Joyce dan Marsha Weil dengan Kategorisasi sebagai berikut:
a.       Model Information Processing (Tahapan pengelolaan Informasi)
b.      Model Personal (Pengembangkan Pribadi)
c.       Model Sosial (Hubungan masyarakat)
d.      Model Behavioral (pengembangan Perilaku)

Prinsip-prinsip Mengajar
Prinsip mengajar bisa kita artikan dengan hal-hal yang harus diperhatikan dalam mengajar. Biasanya hal seperti ini wajib diterapkan dalam pelaksanaan proses mengajar. Prinsip-prinsip mengajar tersebut di antaranya:



1.      Perhatian
Prinsip pertama yakni perhatian. Sikap perhatian akan berdampak positif bagi peserta didik. Mereka akan senantiasa merasa dirinya diperhatikan, dan akan menambah gairah belajarnya.
2.      Aktivitas
Dalam proses mengajar, ada beberapa aktivitas yang mesti dilakukan secara bersama antara guru dan murid, ada juga aktivitas yang hanya dilakukan oleh murid, dan ada juga aktivitas yang dilakukan khusus oleh guru, semuanya terangkum dalam aktivitas mengajar.
3.      Appersepsi
Appersepsi sering kita temukan dalam kegiatan belajar, yakni mengulang pelajaran yang sebelumnya dan dikaitkan dengan pelajaran yang akan dibahas.
4.      Konsentrasi, Korelasi, Sosialisasi, Individualisasi, dan Evaluasi.

F.      Psikologi Guru
Adalah sebuah keniscayaan bagi seorang guru untuk mempelajari dan memahami psikologi guru. Kondisi kejiwaan tiap anak berbeda dan seorang guru harus mampu menjadikannya satu padu dan sinergis dengan anak yang lainnya. Memahami perbedaan kondisi kejiwaan tiap anak akan membantu guru dalam mendidik terutama menyampaikan materi ajar. Sebagus apapun retorika guru dalam menyampaikan materi ajar, tidak akan menjadi jaminan anak dapat menyerap apa yang dimaksud oleh guru tersebut. Metode dan model pengajaran yang sesuailah yang akan menentukan keberhasilan proses belajar mengajar. Guru akan menjadi teman yang baik jika dalam menyampaikan materi ajar dirasakan nyaman oleh anak didik, berbanding terbalik dengan guru yang memaksakan kehendak dan bersikap otoriter, hal tersebut yang akan memebuat anak didik takut dan gagalnya proses belajar mengajar.
Bagaimanapun keadaannya, guru akan tetap menjadi front man di dalam kelas, walaupun dengan berbagai format kurikulum yang berbeda. Di depan anak-anak guru adalah seorang yang memiliki otoritas, bukan saja otoritas di bidang akademis, melainkan juga dalam bidang non akademis (Hamalik, 2007:27-28).
Gerungan berpendapat bahwa pengaruh guru terhadap siswanya sangat besar, Faktor-faktor imitasi, sugesti, identifikasi, dan simpati, misalnya, memegang peran penting dalam interaksi sosial.(Hamalik, 2007:28)
Dalam fungsinya, mengajar dan membimbing adalah tugas pokok yang harus diemban oleh guru. Mengajar menjadi kewajiban yang menduduki peringkat paling minimal bagi seorang guru. Guru yang baik harus bisa mentransformasikan fungsinya sebagai pengajar dan pembimbing dengan sosok sebagai teman murid yang bisa diajak bermain, sehingga anak didik akan terasa nyaman tatkala proses belajar mengajar.
Kepribadian guru mempunyai pengaruh langsung dan kumulatif terhadap hidup dan kebiasaan-kebiasaan belajar para siswa. (Hamalik, 2007:34). Suri tauladan yang baik harus diperlihatkan oleh guru. Daya tarik guru muncul dari kepribadiannya. Nabi Muhammad SAW menjadi daya tarik orang lain, karena keluhuran akhlak beliau. Sehingga siti Khadijah pun tertarik padanya.
Muhibin Syah dalam bukunya psikologi pendidikan berpendapat bahwa Karakteristik kepribadian yang berkaitan dengan keberhasilan guru dalam menggeluti profesinya meliputi:
1.      Fleksibilitas kognitif guru
Merupakan kemampuan berfikir yang diikuti tindakan yang memadai dalam situasi tertentu. Sedangkan kebalikannya adalah Frigiditas kognitif atau kekauan ranah cipta yang ditandai dengan kekurang mampuan berfikir dan bertindak yang sesuai dengan situasi yang sedang dihadapi.
2.      Keterbukaan Psikologis pribadi guru. Pentingnya keterbukaan psikologis guru. Keterbukaan psikologis merupakan prasyarat penting yang perlu dimiliki guru untuk memahami pikiran dan perasaan orang lain. Keterbukaan psikologis diperlukan untuk menciptakan suasana antar hubungan pribadi guru dan siswa yang harmonis, sehingga mendorong siswa untuk mengembangkan dirinya secara bebas tanpa ganjalan.
Profesionalitas guru dilihat dari berbagai aspek, dimulai dari aspek Kogintif, Apektif dan juga psikomotor. Pengetahuan tentang konsep guru yang baik disertai instrumen-instrumen mengajar yang tersusun secara rapi, masuk dalam ranah koginitif. Sedangkan kepekaan terhadap kondisi sosial, pandai dalam menentukan sikap serta mampu memposisikan diri,  masuk dalam ranah apektif. Kemampuan dalam ranah kognitif dan juga apektif yang   diterapkan dalam tingkah laku atau aktifitas mengajar, cekatan dalam berbagai hal, dan juga mampu menciptakan suasana senang dalam kelas , termasuk dalam kemampuan psikomotor.
Para peneliti dari Departemen Pendidikan Amerika Serikat menyimpulkan bahwa guru-guru yang baik digambarkan dengan ciri-ciri sebagai berikut:
1.      Guru yang baik adalah guru yang waspada secara professional. Ia terus berusaha untuk menjadikan masyarakat sekolah menjadi tempat yang paling baik bagi anak-anak muda.
2.      Mereka yakin akan nilai atau manfaat pekerjaannya. Mereka terus berusaha memperbaiki dan meningkatkan mutu pekerjaannya.
3.      Mereka tidak lekas tersinggung oleh larangan-larangan dalam hubungannya dalam hubungannya dengan kebebasan pribadi yang dikemukakan oleh beberapa orang untk menggambarkn profesi keguruan. Mereka secara psikologis lebih matang sehingga rangsangan-rangsangan terhadap dirinya dapat ditaksir.
4.      Mereka memiliki seni dalam hubungan-hubungan manusiawi yang diperolehnya dari pengamatannya tentang bekerjannya psikologi, biologi, dan antropologi cultural di dalam kelas.
5.      Mereka berkeinginan untuk terus tumbuh. Mereka sadar bahwa di bawah pengaruhnya, sumber-sumber manusia dapat berubah nasibnya.(Hamalik, 2007:38-39)









DAFTAR PUSTAKA

·        Departemen Agama. 2005. Al Quran dan terjemahnya. Bandung: PT Syamil Cipta Media
·        Hamalik. Oemar, 2007. Psikologi Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo
·        Slameto. 2010. Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.Jakarta: PT Rineka Cipta
·        Syah. Muhibin, 2010. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
·        Yusuf. Syamsu, 2008. Psikologi Belajar Agama. Bandung: Maestro