Minggu, 15 Mei 2011

Psikologi Belajar Agama

A.       Pengertian dan Ruang Lingkup Psikologi Belajar Agama.
Ditinjau dari segi bahasa, Psikologi Belajar Agama terdiri dari 3 suku kata, yakni Psikologi, Belajar, dan Agama.
Psikologi menurut bahasa artinya Ilmu Jiwa sedangkan menurut istilah psikologi adalah ilmu mengenai tingkah laku (the science of behavior)[1]. Sedangkan pengertian belajar menurut James O whittaker yang dikutip oleh Syaiful bahri menyebutkan bahwa belajar sebagai proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman.[2] Sedangkan pengertian agama adalah apa-apa yang telah ditentukan Alloh dalam kitabNya yang bijaksana dan sunnah nabi Nya yang sohih, baik berupa perintah, larangan, maupun petunjuk untuk kemaslahatan manusia di dunia dan akhirat.[3] Jadi kalau kita terjemahkan secara keseluruhan Psikologi Belajar Agama adalah ilmu tentang kejiwaan yang berkaitan erat dengan individu dalam hal belajar terutama tentang keagamaan.
Ruang lingkup psikologi Belajar Agama adalah sebagai berikut:
1.    Psikologi Perkembangan
2.    Psikologi Sosial
3.    Psikologi Pendidikan
4.    Psikologi kepribadian dan Tifologi
5.    Psikopatologi
6.    Psikologi Kriminal
7.    Psikologi Perusahaan.
Psikologi belajar agama tidak akan lepas dari Psikologi-psikologi yang lain, karena pada hakikatnya belajar agama, menjadi fitrah dari setiap individu yang menunjang kehidupan vertical dengan Tuhan dan Horizontal dengan sesama makhluk.

B.        Hakikat Hidup Beragama dari Segi Kejiwaan
Setiap individu pasti memiliki kecenderungan untuk bertuhan. Bahkan seorang Atheis. Seorang Atheis meyakini bahwa didunia ini tidak ada yang namanya tuhan. Maka atas dasar itulah, bahwa tuhan mereka adalah keyakinan bahwa Tuhan itu tidak ada. Jadi pada hakikatnya manusia memiliki kecenderungan untuk beragama. Aspek-aspek kejiwaan yang berkembang dalam diri seorang muslim, sebagai dampak dari agama Islam yang dianutnya, dapat dijelaskan sebagai berikut:[4]
1.      Pemahaman tentang jati diri sebagai makhluk.
2.      Pemahaman tentang tujuan Hidup.
3.      Pemahaman tentang Tugas dan Fungsi Hidup
4.      Pemahaman Bahwa hidup ini adalah ujian
5.      Pemahaman Tentang potensi Ruhaniah, dan kiar-kiat Pengelolaannya.
6.      Kesadaran Mengendalikan Diri (Self Control)
7.      Komitmen bagi Kesejahteraan Umat manusia.
8.      Ketenangan batin.

C.       Teori-Teori Belajar
Ada beberapa teori-teori dalam belajar diantaranya: teori Konektionisme, teori ini dikemukakan oleh Thorndike. Dalam teori ini ada tiga hukum belajar yang utama yakni:[5]
1.      Hukum efek: Hukum ini menyebutkan bahwa keadaan memuaskan menyusul respons memperkuat pautan antara stimulus dan tingkah laku. Tercapainya keadaan yang memuaskan akan memperkuat antar stimulus dan respons.
2.      Hukum Latihan: Hukum ini menjelaskan keadaan seperti dikatakan pepatah “ Latihan menjadi sempurna” dengan kata lain, pengalaman yang diulang-ulang akan memperbesar peluang timbulnya respons ( tanggapan) yang benar. Akan tetapi pengulangan-pengulangan yang tidak disertai keadaan yang memuaskan tidak akan meningkatkan belajar.
3.      Hukum kesiapan: memberikan respons subjek harus siap dan disiapkan.
Sedangkan menurut Clarl Hull bahwa belajar tidak akan terjadi kecuali suatu dorongan kebutuhan. Dorongan itu tidak perlu dihilangkan seluruhnya hanya dikurangi. Belajar akan maju lebih cepat dengan langkah-langkah dalam ukuran yang tidak khusus. Sedangkan menurut B.F Skiner bahwa ketiga teori diatas terletak pentingnya motivasi dalam belajar, motivasi itu penting untuk memperkuat stimulus dan respons.
Selain itu, ada beberapa teori Belajar lainnya, selain dari teori-teori diatas yakni:
a      Teori Konstruksionisme: Guru sebagai Fasilitator, murid yang menyusun dan membangun belajar mengajar.
b      Teori Behaviorisme: Teori dimana jiwa manusia bisa dilihat dari tingkah laku. Teori ini cenderung dengan manusia disamakan dengan binatang.

D.       Faktor-faktor yang mempengaruhi Jiwa Beragama
Faktor-faktor yang memengaruhi jiwa beragama terbagi dua yakni faktor Internal (fitrah, potensi beragama) dan faktor Eksternal (lingkungan).[6]
1.     Faktor Internal yang meliputi Fitrah, karena pada hakikatnya, manusia sejak lahir sudah memiliki kecenderungan BerTuhan.Hal ini tercantum dalam QS Al Araf 172, Arruum 30, QS AsSyamsu 8-10.
2.   Faktor Eksternal, faktor eksternal itu tiada lain adalah lingkungan dimana individu (anak) itu hidup, yaitu keluarga, sekolah, dan masayarakat.[7]
a      Lingkungan keluarga, menurut Hurlock, keluarga merupakan Training Center dalam hal beragama. Imam Gazali: keluarga harus benar-benr mendidik anak.
b      Lingkungan sekolah, menurut Imam Gazali yang dikutip oleh Dr Syamsu yusuf dalam buku Psikologi Belajar Agama hal 39 menyebutkan bahwa penyembuh badan harus bisa disembuhkan oleh seorang dokter, karena dokterlah yang mengetahui tabi’at atau karakter badan, kebodohan dokter bisa berakibat fatal pada badan. Begitupun dengan penyembuh karakter atau akhlak bisa disembuhkan oleh pendidik karena pendidiklah yang mengetahui karekter tabi’at. Sedangkan menurut Hurlock bahwa sekolah mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kepribadian anak, karena sekolah merupakan substitusi dari orang tua.[8]
c      Lingkungan Masyarakat, maksudnya interaksi social dengan masyarakat bisa memengaruhi sikap beragama anak, anak yang bergaul dengan lingkungan yang buruk, ini berdampak pada nilai religusitas anak.
Faktor-faktor diatas harus menuju pada kesholihan anak, kesolihan anak merujuk pada empat jenis kesholihan yakni:[9]
1)   Sholihul Qolbi : Kesholehan hati
2)   Sholihul Aqli               : Kesholehan akal.
3)   Sholihul Amali            : Kesholehan perbuatan
4)   Sholihul Jasadi            : Kesholehan badan.

E.        Aspek-Aspek Psikologis dalam Proses Pembelajaran
Aspek psikologis pembelajaran yaitu sudut pandang kejiwaan dalam proses pembelajaran yang dilakukan individu untuk memperoleh perubahan perilaku, baik perilaku Kognitif, Apektif, dan Psikomotor yang terjadi didalam diri individu.
Aspek-aspek psikologis tersebut diantaranya:
1.  Aspek pengarahan
2.  Aspek Motivasi
3.  Aspek perkembangan sikap
4.  Aspek Tekhnik
5.  Aspek pribadi.
Kelima aspek diatas diharapkan akan menghasilkan manusia yang mempunyai karakteristik:
a      Pribadi yang mandiri.
b      Pelajar yang efektif.
c      Pekerja yang Produktif.
d     Anggota Masyarakat yang baik.

F.        Perkembangan dan Aktualisasi Fitrah Beragama pada masa bayi, kanak-kanak dan masa anak.
1.    Aktualisasi fitrah beragama pada masa bayi, manusia pada hakikatnya memiliki kecenderungan untuk beragama khususnya agama Islam. Hal ini sesuai dengan dengan firman Alloh dalam Qs Al A’rof 172 dan hadits dari abu Hurairoh. Hal ini berbanding terbalik dengan teori Tabularasa yang dikatakan oleh John locke. John Locke (1632-1704), tokoh empirisme yang pertama, mengatakan bahwa jiwa manusia waktu lahir adalah putih bersih bagaikan kertas yang belum ditulisi atau bagaikan ”tabularasa” (arti harfiahnya: papan lilin). Akan menjadi apakah orang itu kelak, sepenuhnya tergantung pada pengalaman-pengalaman apakah yang akan mengisi tabula rasa tersebut.[10] Padahal pada hakikatnya, bayi yang masih dalam kandungan sudah memiliki kecenderungan bergama Islam. Setelah lahir, bayi bisa berkembang sesuai dengan didikan dari orangtua dan lingkungannya. Maka disini peranan orang tua sangat menentukan, karena menyangkut perkembangan anak. Perkembangan dasar ini harus diberi nilai-nilai agama. Sedangkan menurut Arnold Gessel, anak pada usia bayi sudah mempunyai perasaan ketuhanan.[11]
Perkembangan anak dalam aspek bahasa dapat dijadikan dasar oleh orang tua untuk menanamkan nilai-nilai agama melalui kegiatan-kegiatan berikut:[12]
a      Mengenalkn konsep-konsep atau nilai-nilai agama kepada anak melalui bahasa, seperti mengenalkan lafadz-lafadz (ucapan) yang baik dari agama, seperti lafad Alloh, bismillah, alhamdulillah, subhaanalloh, Allohu Akbar.
b      Memperlakukan anak dengan penuh kasih sayang.

2.    Aktualisasi fitrah beragama pada masa pra sekolah (3-5 tahun), zakiah darajat mengemukakan bahwa masa pra sekolah (usia taman kanak-kanak) merupakan masa yang paling subur untuk menanamkan rasa agama kepada anak, umur penumbuhan kebiasaan-kebiasaan yang sesuai dengan ajaran agama, melalui pendidikan dan perlakuan dari orang tua dan guru. Keyakinan orang tua dan guru taman kanak, akan mewarnai pertumbuhan agama pada anak. [13]  kesadaran anak dalam beragama ditandai dengan ciri-ciri:
a     Sikap keagamaan masih bersifat Reseptif (menerima) meskipun sudah banyak bertanya.
b    Pandangan keTuhanannya bersifat Anthropermorph (dipersonifikasikan) menyerupakan.
c     Penghayatan secara Rohaniah masih superspesial (belum mendalam masih dipermukaan).
d    Hal Ketuhanan dipahamkan secara indo synctic.

3.   Aktualisasi fitrah beragama pada masa anak usia 6-13 tahun, pada masa ini kesadaran anak ditandai dengan ciri-ciri: [14]
a     Sikap keagamaan masih bersifat reseptif, namun disertai dengan pengertian.
b    Pemahaman ketuhanan diperolehnya secara Rasional.
c     Penghayatan secara Rohaniah semakin mendalam.

G.       Perkembangan dan Aktualisasi Fitrah Beragama pada masa Remaja dan dewasa.
Remaja merupakan starting point pemberlakuan Hukum Syar’I oleh karena itu, remaja sudah seharusnya melaksanakan nilai-nilai atau ajaran agama dalam kehudupannya.[15] Pada masa ini terjadi perubahan jasmani yang cepat yaitu dengan mulai tumbuhnya cirri-ciri keremajaan yang terkait dengan matangnya organ-organ seks. Pertumbuhan fisik yang terkait dengan seksual ini mengakibatkan lahirnya kegoncangan emosi kecemasan dan kegundahan.
Faktor-faktor yang memengaruhi minat keagamaan pada masa dewasa dini:[16]
1.  Seks: Wanita cenderung lebih berminat pada agama daripada pria.
2.  Kelas Sosial: Golongan menengah sebagai kelompok, lebih tertarik kepada agama dibandingkan dengan golongan kelas yang lebig tinggi atau yang lebih rendah; Orang-orang dewasa yang ingin terpandang dalam masyarakat lebih giat dalam organisasi-organisasi keagamaan disbanding dengan orang-orang yang sudah puas dengan status mereka.
3.  Lokasi tempat tinggal: Orang-orang dewasa yang tinggal di pedesaan dan dipinggir kota menunjukan minat yang lebih besar kepada agama daripada orang yang tinggal ke kota.
4.  Latar Belakang keluarga: Orang-orang dewasa yang dibesarkan dalam keluarga yang erat beragam dan menjadi anggota suatu gereja cenderung lebih tertarik kepada agama dari pada orang-orang yang dibesarkan dalam keluarga yang jurang peduli pada agama.





[1] Drs. Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi belajar edisi II hal.1
[2] Drs. Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi belajar edisi II hal 12
[3] KH Aceng Zakariya, Al Hidayah,jilid I hal 1
[4] Prof. Dr Syamsu Yusuf,Psikologi Belajar Agama, hal 18
[5] Drs Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, edisi II hal 24
[6]  Dr Syamsu Yusuf,Psikologi Belajar Agama, edisi revisi hal 32
[7]  Dr Syamsu Yusuf,Psikologi Belajar Agama, edisi revisi hal 34
[8]  Dr Syamsu Yusuf,Psikologi Belajar Agama, edisi revisi hal 39
[9] Dr Syamsu Yusuf,Psikologi Belajar Agama, edisi revisi hal 44
[10] Drs Abu Ahmadi,Psikologi umum, hal 206
[11] Dr Syamsu Yusuf,Psikologi Belajar Agama, edisi revisi hal 45
[12] Dr Syamsu Yusuf,Psikologi Belajar Agama, edisi revisi hal 45
[13] Dr Syamsu Yusuf,Psikologi Belajar Agama, edisi revisi hal 47
[14] Dr Syamsu Yusuf,Psikologi Belajar Agama, edisi revisi hal 51
[15] Dr Syamsu Yusuf,Psikologi Belajar Agama, edisi revisi hal 53
[16] Elizabeth B Hurlock, Psikologi perkembangan edisi 5 hal 258

Balagoh

A.    Pengertian Majaz
Untuk mengetahui pengertian majaz, perlu kirannya kita mengetahui Antonim dari majaz itu sendiri. Karena menurut sebagian ulama berpendapat bahwa Apapun akan jelas jika digandengkan dengan lawannya. Adapun yang menjadi antonym dari majaz adalah Hakikat. Hakikat adalah Kalimat yang digunakan sebagaimana adanya sesuai dengan pemakaiannya dalam bahasa keseharian (Ilmu bayan Dirasah Tahliliyah hal 138) Contohnya kata Al Asad bermakna singa dalam artian binatang buas, kemudian kata bahrun bermakna laut dalam artian muara sungai yang luas. Contoh lain dalam bentuk kalimat Syafaallohul Maridh (Alloh menyembuhkan orang sakit), Anbatallohul baqla (Alloh menumbuhkan tanaman), Athiflu Yabqi (anak menangis), semua contoh diatas baik dalam bentuk kata ataupun dalam bentuk kalimat merupakan lafadz-lafadz yang digunakan sebagaimana mestinya dan diletakan sesuai dengan maknanya yang biasa.
Sedangkan definisi majaz adalah Kata atau kalimah yang berbeda dengan makna aslinya dalam perkataan, yang biasa digunakan dengan menyertakan Qorinah atau alasan tidak digunakannya makna asli. Contoh kata al  Asad diartikan untuk seorang laki-laki yang berani dan tangguh, kemudian kata bahrun untuk seseorang yang pemurah dan dermawan yang mempunyai hati yang luas. Kemudian kalimat Anbata rabiul Baqla diartikan dengan musim semi telah menumbuhkan tanaman yang pada hakikatnya Allohlah yang menumbuhkannya. Kemudian Syafaathobiibul Maridh dengan pengertian Dokter telah menyembuhkan orang sakit yang pada hakikatnya Allohlah yang menyembuhkan. Kemudian Bakaassamaau yang artinya Langit menangis. Semua contoh diatas tidak bisa artikan dengan makna sebenarnya, karena ada qorinah atau alasan masing-masing. Maka kita tidak bisa mengartikan Al Asad dengan singa pada kalimah Raitu Asadan Yakhtubu ‘alal mimbar (saya melihat seorang pemberani sedang berkhutbah diatas mimbar) karena berkhutbah merupakan suatu pekerjaan yang khusus untuk manusia bukan hewan. Inilah alasan yang mengharuskan kita, untuk menrejemahkan kata asad ke dalam makna si pemberani. Jika dalam hal ini kita memakaikan majaz, maka makna kata akan hilang dan keluar dari tujuan yang dimaksud.
Majaz atau dalam bahasa Indonesia kita kenal dengan Konotasi bisa diartikan juga dengan makna baru yang muncul dari penggunaan sebuah bahasa atau disebut makna Far’i (makna tambahan) karena tidak menunjukan lagi makna aslinya.

B.    Pembagian Majaz
Majaz terbagi kepada dua, yakni: Majaz Lughowi dan Majaz Aqli. Adapun rincian pembahasannya sebagai berikut:
1.      Majaz Lughowi adalah Lafadz yang digunakan bukan pada tempatnya, yang digantungkan untuk mendekati makna yang tidak jauh dari makna sebenarnya. Atau bisa juga diartikan dengan perubahan kata dari makna denotative ke dalam makna konotatif. Contoh kembang desa itu sudah lewat dari tadi .Kembang desa disana bukan berarti kembang dalam arti sebenarnya, tetapi diidentikan pada wanita paling cantik di desa tersebut. Majaz Lughowi terbagi dua ada yang Mufrod ada yang Murokkab. Majaz Mufrod adalah majaz dalam bentuk mufrod (satu kata) contoh               asadan. Majaz Mufrod terbagi kepada :juga terbagi kepada dua yakni Majaz Lughowi Bil Istira’ah dan majaz lughowi Mursal. Berikut uraiannya:
a          Majaz Mufrod bil Istira’ah adalah Majaz yang ‘alaqohnya berbentuk penyerupaan atau persamaan sifat bisa juga diartikan dengan majaz yang bergantung diantara makna hakiki dengan makna majazi contoh telah datang singa ke sekolah, maksud singa disana bukan singa dalam arti binatang, tetapi singa dalam arti manusia yang memilki sifat yang sama dengan singa diantaranya pemberani, ditakuti dan sebagainya.
b         Majaz Mufrod Mursal mursal adalah Majaz yang Alaqohnya bukan berbentuk penyerupaan atau persamaan sifat. Contohnya: Presiden sedang membangun mesjid disini tidak ada penyerupaan apapun, tetapi penggunaan majaz disini pada kata presiden. Dalam kalimat tersebut bukan presidennya sendiri  yang membangun mesjid, tetapi para pegawainya atas perintah presiden itu sendiri. Majaz Mufrod Mursal di barengi dengan Alaqoh sebagai berikut:
1) Sabaabiyyah Majaz yang disebut sebabnya, yang dimaksud Musabbanya. Contoh:                                                           Telah memberi kehidupan hujan. Maksudnya adalah hujan menyuburkan tumbuhan yang notabene sumber makanan.
2) Musabbab: Disebut Musabbab yang dimaksud adalah sebabnya contoh
                                                        Dan diturunkan atas kalian dari langit Rizki.  Yang dimaksud disana adalah hujan.
3) Al Kulliyah : Keadaan sesuatu yang disebut keseluruhan maksudnya sebagian contoh:                                                                Lafad Asoobi’ahum disana bukan dalam arti keseluruhan melainkan sebagian jari-jari mereka.
4) Juz’iyyah : yang disebut sebagian maksudnya keseluruhan. Contoh  
                                                          Maksud roqobatin  disana maksudnya keseluruhan bukan sebagian
5) Laziimiyah: Majaz dengan pengertian mewajibkan adanya sesuatu ketika adanya sesuatu. Contoh Thala’a Dhoua telah terbit cahaya.Adanya cahaya berarti adanya matahari.
Majaz Murrokab itu adalah Lafadz yang dipakai pada Musyabbahnya dengan arti asal dan wajhu syibahnya terdiri dari tingkat yang banyak. Contoh:


Saya melihat kamu mendahulukan sebuah kaki dan mengakhirkan kaki lainnya. Peribahasa ini bagi orang yang ragu-ragu dalam mengerjakan sesuatu pekerjaan. Jihat Jami’inya terdiri dari tingkah laku yang banyak, yaitu mundur maju. Majaz Murrokab juga terbagi 2 yakni Majaz Murrokab Bil Isti’aroh dan Majaz Murrokab Mursal. Majaz Murrokab Bil Isti’aroh adalah Majaz Murrokab yang Alaqohnya Perumpamaan. Contoh

Saya melihat kamu mendahulukan sebuah kaki dan mengakhirkan kaki lainnya.
Sedangkan Majaz Murokab Mursal adalah Majaz Murokab yang alaqohnya bukan perumpamaan.
                                                                                                                                 
2.      Majaz Aqli adalah sandaran kata kerja atau makna/ arti dari kata itu kepada selain Fail Haqiqi (yang mengerjakan sebuah pekerjaan yang sebenarnya). Fail tersebut dalam bentuk:
a          Menghubungkan fiil dengan waktu contoh: Istigoolu Naharol ‘Amil (siang harinya buruh itu sibuk
b         Menghubungkan fiil dengan tempat contoh: Dahabnaa ilal hadiiqoti ginaai (Kami berangkat ke kebun yang banyak bernyanyi),                                      
                                 Maksudnya airnya yang mengalir bukan sungainya.
c          Menghubungkan fiil dengan sebab contoh: Banaalamiirul Madrsah (Pemerintah telah mendirikan sekolah)
d         Menghubungjan fiil dengan masdar Masdar dalam kalimat yang mengandung isnad hakiki, biasanya dijadikan sebagai penguat (taukid) bagi fiil yang ada sebelumnya. Namun dalam isnad majaz aqli masdar dijadikan sebagai fail dari fail tersebut. Contoh Hazana Haznan Muhammad (sedih kesedihan Muhammad).

Tenses

Simple Present Tense
(Untuk Pekerjaan sehari-hari)

S + V 1 + Objek/Complement
Ex:Jhon walks to school everyday



Simple Present Continous Tense
(Untuk Pekerjaan yang sedang dikerjakan)

S + to be(is am are)+V ing + Objek/Complement
Ex:Jhon is walking to school Now


Simple Present Perfect Tense
(Untuk pekerjaan yang telah lalu, tetapi waktunya tidak tentu)

S + Have/Has + V 3 + Objek/Complement
Ex:Jhon has walked to school


Simple Present Perfect continous tense
(Untuk Pekerjaan yang dikerjakan pada masa lampau tetapi masih berlangsung sekarang)

S + Have/Has+been + V ing+ Objek/Complement
Ex:Jhon has been walking to school since 07.00 a clock

Simple Past Tense
(Untuk Pekerjaan yang sudah terjadi dan selesai)

S + V 2 + Objek/Complement
Ex:Jhon walked to school


Simple Past Continous Tense
(Untuk Pekerjaan yang sedang dikerjakan di masa lampau)

S + was/were + V ing + while + S 2 + was/were + V ing
Ex:Jhon was walking while I were driving motocyle


Simple Past Perfect Tense
(Untuk pekerjaan yang sudah terjadi sebelum peristiwa lain terjadi, dimasa lampau

S + had  +  V 3 + Objek/Complement
Ex:Jhon had walked to school before I go to that


Simple Past Perfect continous tense
(Untuk Pekerjaan yang dikerjakan pada masa lampau tetapi masih berlangsung sampai ada peristiwa lain terjadi di masa lampau)

S + had+been + V ing+ O/C+ for/since + before/after/when + S 2 + Past tense
Ex:Jhon had been walking to school for two Hours  after I arrived

Simple Future Tense
(Untuk Pekerjaan yang akan terjadi)

S + will/shall +  V 1 + Objek/Complement
Ex:Jhon will walks to school tomorrow


Simple future Continous Tense
(Untuk Pekerjaan yang akan dikerjakan pada waktu trtntu dimasa yg akan datang)

S + will/shall + be + V ing + Objek/Complement
Ex:Jhon will be walking to his home at 14.00 a clock


Simple future Perfect Tense
(Untuk pekerjaan yang selesai sebelum pekerjaan lain terjadi , dimasa yg akan datang)
S + will have + V 3 + Objek/Complement
Ex:Jhon will have walked to school when I go to home tonight


Simple Future Perfect continous tense
(Untuk Pekerjaan yang masih sedang berlngsung pada saat tertentu dimasa yang akan datang, sementara pada waktu yang sama kita menganggapnya sebagai suatu perbuatan yang dimulai pada masa lampau)

S + will have +been + V ing+ Objek/Complement
Ex:Jhon will have been walking to school for some days tomorrow

Simple Past futureTense
(Untuk Pekerjaan yang akan dilakukan di masa lampau)

S + should/would + V 1 + Objek/Complement
Ex:Jhon should walk to school  


Simple Past future continous Tense
(Untuk Pekerjaan yang sedang dilakukan di masa lampau)

S + would/should  + be + V ing + O/C
Ex:Jhon would be walking at


Simple Past  future Perfect Tense
(menyatakan suatu perbuatan yang akan telah selesai pada waktu tertentu yang akan datang di masa lampau)

S + would have  +  V 3 + Objek/Complement
Ex:Jhon had walked to school before I go to that


Simple Past  future Perfect continous tense
(Untuk Pekerjaan yang akan datang dalam bentuk waktu selesai di masa alampau dimana kegiatan tersebut sedang dilakukan
S + would/should have been + V ing+ O/C